Selasa, 11 Januari 2011

karya tulis ilmiah

bagi" ilmu sama semen" semua, siapa tau ada yang butuh contoh karya tulis ilmiah buat tugas akhir semester...
hehhe



KARYA TULIS ILMIAH
PERAN ORANG TUA DALAM MEMBANGUN PRIBADI ANAK DI ERA GLOBALISASI

Diajukan Untuk Mengikuti Uji Kompetensi Karya Tulis Ilmiah

Disusun Oleh:
Inden Nurul
080910251
XII IPA 2

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN GARUT
SMA Negeri 6 Garut
Jln Guntur Malati No.12 Tlp. (0262) 231509




DINAS PENDIDIKAN KABIPATEN GARUT
SMAN 6 GARUT
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Karya Tulis Ilmiah ”Peran Orang Tua dalam Membangun Pribadi Anak di Era Globalisasi”
2. Identitas Penulis
a. Nama Lengkap : Inden Nurul
b. NIS : 080910251
c. Kelas : XII IPA 2
d. Sekolah : SMAN 6 Garut
e. Alamat Sekolah : Jl. Guntur Malati No. 12 Tarogong Kidul Garut

Setelah mendapat koreksi dan perbaikan seperlunya dinyatakan sah sebagai prasyarat salah satu tugas akhir semester satu SMAN 6 Garut.
Disahkan di SMAN 6 Garut pada:
Hari :__________________________
Tanggal :__________________________
Mengetahui,
Koordinator,


Dra. Hj. Tuti Marwati
NIP.1962 0407 1986 03 2012 Guru Pembimbing,


Noneng Kartika S.Si
NIP. 1975 0720 2007 01 2009
Mengetahui/Mengesahkan
Kepala Sekolah SMAN 6 Garut,



Drs. H. U. Saepulloh M.MPd
NIP. 1956 0914 1981 01 1001


KATA PENGANTAR

Dengan Memanjatkan puji dan syukur kehadirat Ilahi rabbi, bahwa hanya dngan rahmat dan karunia-Nya lah penulis telah dapat melaksanakan penelitian dan pengkajian sampai tersusunnya karya tulis ini yang berjudul “PERAN ORANG TUA DALAM MEMBANGUN PRIBADI ANAK DI ERA GLOBALISASI”
Karya tulis yang penulis buat ini mengetengahkan pembahasan tentang peran Orang Tua di era globalisasi. Adapun uraian tentang peran Orang Tua, pendidikan Islam dan keluarga serta lainnya yang berkaitan dengan peranan Orang Tua dalam mendidik akhlak anak secara Islami. Tentunya kita mengetahui, bahwa masih banyak kalangan Orang Tua yang masih awam mengetahui betapa pentingnya bagaimana peran Orang Tua agar tetap dapat menuntun anak-anaknya untuk tetap berada dalam garis terarah serta melindungi sang anak dari ajaran-ajaran islam yang menyimpang. Karena diakui ataupun tidak, ajaran-ajaran Islam yang menyimpang di zaman modern ini telah banyak kita temui. Tanpa diragukan lagi unsur-unsur tersebut dapat menghancurkan kepribadian anak muslim dan membuat mereka kehilangan rasa aman dan ketenangan. Oleh karena itu, kenyataannya Orang Tua pun memiliki andil yang cukup besar untuk mencegah hal-hal tersebut.
Dalam kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan terimaksih kepada:
 Allah SWT
 Bapak Kepala Sekolah Drs. H.U. Saepulloh M.M.Pd.
 Wali kelas XII IPA 2, Ibu Rosmini S.Pd.
 Guru Pembimbing Karya Tulis Ilmiah, Ibu Noneng Kartika S.Si
 Ibu Dra. Mia Ambarwati yang ikut serta memberikan bimbingannya dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.
 Orang Tua yang telah membantu dalam banyak hal.
 Rekan-rekan di kelas XII IPA 2 yang berjuang bersama-sama dalam menyusun karya tulis ilmiah.
 Sahabat seperjuangan terbaik, Herna, Mia, Nurlela, Melis, Risna, Teti &Yusi yang selalu memberi banyak masukan.
 Rekan-rekan seperjuangan dan semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan baik moril maupun bantuan materil.
 Semua pihak yang mungkin tidak bisa disebutkan.

Namun Penulis sadari, dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan,
peribahasa mengatakan “tak ada gading yang tak retak” maka penulis mohon kritik dan saran yang membangun.


Garut, Desember 2010


Penulis



ABSTRAKSI

Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Orang Tua memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak karna orang tua merupakan kunci pertama dalam mengarahkan pendidikan dan membentuk mental anak terletak pada peranan orang tuanya, sehingga baik buruknya budi pekerti itu tergantung kepada budi pekerti orang tuanya.
Sementara itu Anak merupakan buah hati orang tua yang merupakan harapan masa depan. Oleh karena itu, anak harus dipersiapkan agar kelak menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, bermoral dan berkepribadian yang baik juga berguna bagi masyarakat.
Pada dasarnya ada dua faktor yang mempengaruhi kepribadian seorang anak, yaitu Frame of experience (pola yang terbentuk dari pengalaman) dan Frame of Refference (pola yang terbentuk dari rujukan / norma-norma). Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua pun sangat mempengaruhi kepribadian anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengetahui bagaimana cara mengasuh anak dengan baik sehingga terbentuklah kepribadian yang baik pula.
Orang Tua adalah kelompok sosial pertama dengan siapa anak diidentifikasikan, anak lebih banyak menghabiskan waktunya dengan kelompok orang tua daripada dengan kelompok sosial lainnya. Orang Tua merupakan orang yang paling berarti dalam kehidupan anak selama tahun-tahun saat desas-desus kepribadian diletakkan, dan pengaruh Orang Tua jauh lebih luas dibandingkan pengaruh kepribadian lainnya, bahkan dengan lingkungan sekolah sekalipun.


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
ABSTRAKSI
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Hipotesis
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II Landasan Teori
2.1 Beberapa Pengertian Dasar
2.1.1 Orang Tua
2.1.2 Pribadi Anak
2.1.3 Era Globalisasi
2.2 Teori
2.2.1 Peran Orang Tua
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan anak
2.2.3 Pendidikan Islam dalam Keluarga
BAB III Pembahasan
3.1 Metode Penulisan
3.2 Pembahasan
3.3 Analisis
BAB IV Penutup
4.1 Simpulan
4.2 Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN






BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat mempunyai peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi kehidupan dan perilaku anak. Kedudukan dan fungsi keluarga dalam kehidupan manusia bersifat fundamental karena pada hakekatnya keluarga merupakan wadah pembentukan watak dan akhlak. Lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan Jasmani, Rohani dan akal anak sejak dilahirkan sampai dewasa adalah keluarga, oleh karena itu perlu ditanamkan nilai-nilai akhlak karimah sejak dini.
Peran dan tanggungjawab orang tua mendidik anak dalam keluarga sangat dominan, sebab ditangan orang tualah baik dan buruknya akhlak seorang anak dibentuk. Pendidikan dan pembinaan akhlak merupakan hal paling penting dan sangat mendesak untuk dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas hidup. Dalam ajaran agama Islam masalah akhlak mendapat perhatian yang sangat besar sebagaimana sabda Nabi ”Sempurnanya iman seorang mukmin adalah mempunyai akhlak yang bagus”. Dan dalam riwayat lain dikatakan ”Sesungguhnya yang dicintai olehku (Nabi Muhammad SAW) adalah mereka yang mempunyai akhlak yang bagus”.
Mengingat masalah akhlak adalah masalah yang penting seperti sabda Nabi di atas, maka dalam mendidik dan membina akhlak sang anak, orang tua dituntut untuk dapat berperan aktif. Peran utama orang tua sebagai pendidik dalam menanamkan nilai-nilai akhlak karimah kepada anaknya sebaiknya berdasarkan ajaran agama Islam agar anak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sesuai dengan norma agama, norma hukum, norma kesusilaan, dan dengan akhlak yang mulia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah orang tua berperan dalam membangun pribadi anak di era globalisasi?
1.3 Hipotesis
Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membangun pribadi anak di era globalisasi.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:
1. Mengetahui ada atau tidaknya peran orang tua dalam membangun pribadi anak di era globalisasi.
Adapun penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat mengetahui ada tidaknya peran orang tua dalam membangun pribadi anak di era globalisasi. Dan apabila orang tua memiliki peran penting dalam membangun pribadi anak maka sejauh manakah pengaruh tersebut.

1.5 Sistematika Penulisan
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
ABSTRAKSI
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Hipotesis
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II Landasan Teori
2.1 Beberapa Pengertian Dasar
2.1.1 Orang Tua
2.1.2 Pribadi Anak
2.1.3 Era Globalisasi
2.2 Teori
2.2.1 Peran Orang Tua
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Anak
2.2.3 Pendidikan Isalam dalam Keluarga
BAB III Pembahasan
3.1 Metode Penulisan
3.2 Pembahasan
3.3 Analisis
BAB IV Penutup
4.1 Simpulan
4.2 Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA








BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Beberapa Pengertian Dasar
2.1.1 Orang tua
Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Namun umumnya di masyarakat pengertian orang tua itu adalah orang yang telah melahirkan kita yaitu Ibu dan Bapak. Ibu dan bapak selain telah melahirkan kita ke dunia ini, ibu dan bapak juga yang mengasuh dan yang telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari, selain itu orang tua juga telah memperkenalkan anaknya kedalam hal-hal yang terdapat di dunia ini dan menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak. Maka pengetahuan yang pertama diterima oleh anak adalah dari orang tuanya. Karena orang tua adalah pusat kehidupan rohani anak, maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian adalah hasil dari ajaran orang tuanya tersebut.
Jadi, orang tua atau ibu dan bapak memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anak. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik dan penuh kasih sayang.
Kunci pertama dalam mengarahkan pendidikan dan membentuk mental anak terletak pada peranan orang tuanya, sehingga baik buruknya budi pekerti itu tergantung kepada budi pekerti orang tuanya.
Sesungguhnya sejak lahir anak dalam keadaan suci dan telah membawa fitrah beragama, maka orang tuanyalah yang merupakan sumber untuk mengembang fitrah beragama bagi kehidupan anak dimasa depan. Sebab cara pergaulan, aqidah dan tabiat adalah warisan orang tua yang kuat untuk menentukan subur tidaknya arah pendidikan terhadap anak.

2.1.2 Kepribadian Anak
Kepribadian sering diartikan sebagai ciri-ciri yang menonjol pada diri anak, seperti kepada anak yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada anak supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada anak yang plin-plan, pengecut, dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”.
Dari penjelasan diatas bisa diperoleh gambaran bahwa kepribadian, menurut pengertian sehari-hari atau masyarakat awam adalah gambaran bagaimana seseorang tampil dan menimbulkan kesan bagi orang lain.
Anggapan seperti ini sangatlah mudah dimengerti, tetapi juga sangat tidak bisa mengartikan kepribadian dalam arti yang sesungguhnya. Karena hanya mengartikan kepribadian berdasarkan nilai dan hasil evaluatif. Padahal kerpibadian adalah suatu hal yang netral, dimana tidak ada baik dan buruk. Kepribadian juga tidak terbatas kepada hal yang ditampakkan saja, tetapi juga hal yang tidak ditampakkan, serta adanya dinamika kepribadian, dimana kepribadian bisa berubah tergantung situasi dan lingkungan yang dihadapi seseorang.
Adapun pengertian kepribadian menurut psikologi bisa diambil dari rumusan beberapa teoris kepribadian terkemuka. Gordon Allport, merumuskan kepribadian adalah organisasi dinamis sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan karakteristik perilaku dan pikirannya.
Istilah ”psikofisik” menekankan pentingnya aspek psikologis dan fisik dari kepribadian. Kata ”menentukan” dalam definisi kepribadian menunjukkan bahwa kepribadian ”merupakan sesuatu dan melakukan sesuatu”. Kepribadian bukanlah topeng yang secara tetap dikenakan seseorang; dan juga bukan perilaku sederhana. Kepribadian menunjuk orang di balik perilakunya atau organisme di balik tindakannya.

2.1.3 Era Globalisasi
Globalisasi memiliki pengertian yaitu suatu proses yang mencakup keseluruhan dalam berbagai bidang kehidupan sehingga tidak tampak lagi adanya batas-batas yang mengikat secara nyata, sehingga sulit untuk disaring atau dikontrol.
Laju era globalisasi seakan tidak bisa dibendung disetiap sudut negara dan menjadi sebuah keniscayaan. Era ini menghendaki setiap negara beserta individunya harus mampu bersaing satu sama lain baik antar negara maupun antar individu. Persaingan yang menjadi esensi dari globalisasi tak jarang memiliki pengaruh dan dampak yang negatif . Pengaruh dari globalisasi pada aspek kehidupan awalnya diarahkan pada bidang ekonomi dan perdagangan serta memberikan dampak multidimensi. Globalisasi memang menjadi lokomotif perubahan tata dunia yang tentu saja akan menarik gerbong-gerbongnya yang berisi budaya, pemikiran maupun materi bidang pendidikan. Isu yang digulirkan untuk pendidikan adalah kompetensi bagi setiap individu yang terlibat dalam proses pendidikan maupun keunggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh institusi pendidikan. Jika dilihat sekilas, muatan nilai yang terdapat dalam agenda globalisasi nampak universal dan tidak memiliki dampak negatif. Namun jika standard kompetensi dan keunggulan kompetitif tersebut kembali di telaah , akan sangat terlihat dampak-dampak negatifnya.
Perlu diketahui bersama, sisi gelap dalam pola pendidikan yang dirumuskan oleh Amerika dan Eropa yaitu tidak adanya muatan nilai ruhiyah, dan lebih mengedepankan logika materialisme serta memisahkan antara agama dengan kehidupan yang ada. Hal ini sering disebut paham Sekulerisme. Implikasi yang bisa dirasakan namun jarang disadari adalah adanya degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa. Banyak kasus buruk dunia pendidikan yang mencuat di permukaan dimuat oleh beberapa media masa yang cukup meresahkan semua pihak yang peduli terhadap masa depan pendidikan bangsa yang lebih baik. Efek negatif dari pola pendidikan yang diadopsi Indonesia dari negara acuannya yaitu Eropa dan Amerika dapat di tinjau secara kebijakan makro, pendidikan Barat tidak lepas dari kerangka berpikir pada ideologi kapitalisme. Padahal sudah banyak dikupas habis tentang banyaknya kelemahan dan keburukan pada ideologi kapitalisme sebagai buah tangan manusia. Sedangkan jika ditinjau secara mikro, permasalahan tidak adanya link and match antara materi yang didapatkan di bangku sekolah dengan realitas yang ada di lapangan, Sehingga anak didik sering mengalami kebingungan sesudah menyelesaikan masa studi dan mulai memasuki masyarakat. Lulusan institusi pendidikan belum sempat menentukan langkah sudah tenggelam dengan hiruk pikuknya tata kehidupan materialistik.
Arus globalisasi yang diantaranya ditandai dengan perkembangan sistem informasi dan komunikasi rupanya memberi pengaruh terhadap kehidupan kaum muda. Beberapa pengaruh tersebut adalah :
Pertama, meningkatnya mobilitas manusia yang membuat manusia berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan dukungan alat transportasi dan komunikasi. Perpindahan itu untuk mencari pendidikan, pekerjaan, atau yang lain.
Kedua, semakin lunturnya nilai-nilai soial yang dianut masyarakat, mengenai yang dianggap baik dan buruk yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam hidup sehari-hari. Untuk menemukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan tata nilai.
Ketiga, yang dahulu dianggap tabu, sekarang dianggap biasa. Contohnya, pada masa lalu, berpacaran di muka umum dianggap tabu, namun saat ini berpacaran di pojok-pojok taman merupakan pemandangan yang biasa. Orientasi orang telah berubah.
Keempat, nilai-nilai iman semakin luntur. Orang di zaman sekarang dipacu untuk meraih sukses, yang ditandai oleh kecukupan materi, kedudukan yang terpandang dan semuanya yang kasat mata. Nilai-nilai iman semakin tidak popular. Kesetiaan, kejujuran, integritas, solidaritas, saling menjaga kepercayaan sering kali dianggap menutup pintu meraih sukses, maka dengan mudah diabaikan. Karena itu orang semakin permisif terhadap berbagai pelanggaran hukum.

2.2 Teori
2.2.1 Peran Orang Tua
Dalam sebuah keluarga, orang tua memiliki peran masing-masing dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik pertama seorang anak. Seperti halnya seorang Ayah yang merupakan kepala keluarga dan penanggung jawab dalam perkembangan anak-anaknya, baik secara fisik maupun secara psikis. Di samping memenuhi kebutuhan secara fisik seperti makan, minum, sandang dan sebagainya, ayah juga dituntun agar aktif dalam membina perkembangan pendidikan pada anak. Seorang Anak biasanya memandang ayahnya sebagai orang yang tertinggi prestasinya, sehingga seorang ayah dijadikan sebagai Pimpinan yang sangat patut untuk dijadikan cermin bagi anaknya atau dengan kata lain ayah merupakan figur yang terpandai dan berwibawa. Dengan demikian, setiap perilaku ayah merupakan contoh dorongan bagi anak untuk mengikutinya.
Dalam mendidik anak-anaknya seorang Ayah memiliki partner yang sama-sama memiliki peran dan tanggung jawab dalam mendidik anak, yakni seorang ibu. Pembinaan dan pendidikan seorang ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yang tidak dapat diabaikan sama sekali. Maka dari itu, seorang ibu hendaknya bijaksana dan pandai dalam mendidik anak-anaknya. Nyatalah betapa berat tugas seorang ibu sebagai pendidik dan pengatur rumah tangga. Baik buruknya pendidikan seorang ibu terhadap anaknya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan dan watak anaknya dikemudian hari, karena ibu adalah seseorang yang pertama berkomunikasi langsung dengan anaknya. Pernyataan rasa kasih sayang dan perlindungan merupakan hal sangat penting bagi anak untuk mengembangkan rasa percaya diri dan terhindar dari rasa takut dan gelisah yang akan mengganggu perkembangan jiwa anak. Peranan ibu dalam pendidikan anak-anaknya adalah sumber dan pemberi rasa kasih sayang, pengasuh dan pemelihara, tempat mencurahkan isi hati, pengatur kehidupan dalam rumah tangga, pendidik dalam segi-segi emosional.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Anak
Seseorang memiliki pengaruh terhadap kepribadian dan tata nilai, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk peniru, oleh karenanya Allah SWT memberikan contoh atau suri tauladan manusia-manusia pilihan, yaitu Ibrahim A.S. dan Muhammad SAW. Sebagaimana yang termaktub dalam Al-Quran ; “Sungguh ada bagi kamu sekalian contoh yang baik pada pribadi Ibrahim (QS 60 / Mumtahanah : 4)”. “Sungguh ada bagi kamu sekalian pada pribadi Rasulullah suri tauladan (contoh yang baik). (QS. 33 Al-Ahzab : 21)”.
Dengan sifat dasar manusia sebagai makhluk peniru dilengkapi dengan indra, maka manusia belajar dan meniru apa yang di dengar, dilihat, dirasa dan difikirkan, sehingga terbentuklah pribadi dan tata nilai serta pengetahuan pada setiap individu manusia. Lingkungan dimasa kanak-kanak dapat mewarnai pribadi individu manusia, karena pada saat itu pemikiran dan hati manusia masih bersih bagaikan kain putih, maka apapun yang ditulis pertama akan memberikan bekas yang kuat dan sulit untuk dirubah
Pada dasarnya ada dua faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang, yaitu Frame of experience (pola yang terbentuk dari pengalaman) dan Frame of Refference (pola yang terbentuk dari rujukan / norma-norma).
Frame of experience adalah pengalaman yang merupakan hasil interaksi manusia dengan lingkungannya (apa yang didengar, dilihat dan dirasa) dan boleh jadi pengalaman pada masa usia dini (balita sampai remaja) akan membentuk tata nilai yang permanen pada anak manusia. Sementara Frame of Refference adalah rujukan dari beberapa norma-norma yang telah ada yang dijadikan acuan oleh seorang anak dalam menentukan sikapnya. Dibawah ini merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kenakalan anak yang diakibatkan oleh pengaruh lingkungan, pertemanan sebaya dan penggunaan waktu luang:
1. Dalam lingkungan rumah, seorang ayah yang di idolakan anak tidak mampu memberikan suri tauladan terhadap anak-anaknya dan seorang ibu yang merupakan pendidik utama dan pertama lebih suka mengejar nafkah di luar rumah dan meninggalkan kewajibanya sebagai seorang Ibu.
2. Dalam lingkungan sekolah, para pendidik lebih cenderung memposisikan dirinya sebagai pengajar yang hanya bertugas sebagai pentransfer pengetahuan dan tidak memberikan contoh yang baik, serta adanya kurikulim pendidikan yang tidak lagi berorientasi pada pembentukan kepribadian/karakter (imtaq) dan hanya berperan sebagai pembekalan ilmu pengetahuan (iptek), hal tersebut terbukti dengan dikuranginya mutan bidang studi agama dan akhlaq.
3. Dalam lingkungan pertemanan, seorang teman dekat yang biasa menjadi kawan seperjuangan memiliki sifat yang kurang baik sehingga seorang anak yang merasa dirinya dan temannya harus selalu satu tujuan meniru dan mengikuti segala sesuatu yang dilakukan oleh temanya tersebut.
4. Dalam penggunaan waktu luang, seorang anak yang dalam masa peralihan menuju dewasa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan memiliki kepribadian yang senang terhadap hal-hal baru menggunakan waktu luangnya tersebut untuk mencoba hal baru dengan niat utama hanya sekedar iseng mencoba. Contohnya, seorang remaja yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap barang-barang haram seperti narkoba dan minuman-minuman keras mulai mencoba barang-barang haram tersebut karna rasa ingin tahu yang sangat tinggi.

2.2.3 Pendidikan Islam Dalam Keluarga
Dalam ajaran agama islam terdapat aturan-aturan dalam memberikan pendidikan yang islami dalam sebuah keluarga, seperti pemberian Pendidikan Iman, Pendidikan Moral, Pendidikan Jasmani, Pendidikan Akal dan Pendidikan Kejiwaan.
Dalam sebuah buku yang berjudul “Tarbiyatul Aulad Fil Islam”, Dr. Abdulah Nashih Ulwan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan sejak ia mengerti, membiasakannya dengan rukun islam sejak ia memahami, dan mengajarkan kepadanya dasar-dasar syariat islam sejak usia dini.
Yang dimaksud dengan dasar-dasar syariat adalah segala yang berhubungan dengan sistem atau aturan ilahi, dan ajaran-ajaran islam, berupa akidah, ibadah, akhlak, perundang-undangan, peraturan, dan hukum.
Pemahaman yang menyeluruh tentang pendidikan iman ini hendaklah didasarkan kepada wasiat-wasiat Rasulullah SAW. Sebagai berikut:
1. Membuka kehidupan anak dengan kalimat Laa Ilaaha Illallah
Al-hakim meriwayatkan dari Ibnu Abas r.a. dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda yang artinya: “ Bacakanlah kepada anak-anak kamu kalimat pertama Laa Ilaaha Illallah (Tiada Tuhan selain Allah)”.
Maksudnya adalah agar kalimat tauhid dan syiar masuk islam itu menjadi yang pertama masuk ke dalam pendengaran anak, kalimat pertama yang diucapkan oleh lisannya dan lafal pertama yang dipahami anak.
Tentang ajaran mengumandangkan adzan di telinga kanan anak dan iqomat di telinga kirinya. Jelas bahwa upaya ini mempunyai pengaruh terhadap dasar-dasar akidah, tauhid, dan iman pada anak.
2. Mengenalkan hukum-hukum halal dan haram pada anak sejak dini.
Ibnu Jarir dan Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Abas r.a. yang artinya : “ ajarkan mereka untuk taat kepada Allah dan takut berbuat maksiat kepada Allah serta suruh anak-anak kamu untuk menaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Karena hal itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka. “
Maksudnya adalah agar ketika anak akan membuka kedua matanya dan tumbuh besar, ia telah mengenal perintah-perintah Allah, sehingga ia bersegera untuk melaksanakannya, dan mengerti larangan-larangannya sehingga menjauhinya. Apabila anak sejak memasuki masa baliq telah memahami hukum-hukum yang halal dan haram, disamping telah mengenal hukum-hukum syariat, maka selanjutnya ia tidak akan mengenal hukum-hukum dan undang-undang lain selain Islam.
3. Menyuruh anak untuk beribadah ketika telah memasuki usia tujuh tahun.
Al-Hakim dan Abu Daud meriwayatkan dari Ibnu Amr Bin Al-Ash r.a. dari Rassulullah SAW. Bahwa beliau bersabda yang artinya: “ Perintahkan anak-anak kamu menjalankan ibadah shalat jika mereka sudah berusia tujuh tahun. Terus jika mereka sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau melaksankannya dan pisahkanlah tempat tidur mereka. “
Maksudnya adalah agar anak dapat bisa mempelajari hukum-hukum ini semenjak masa pertumbuhannya. Sehingga ketika anak tumbuh besar, ia telah terbiasa melakukan dan terdidik untuk menaati Allah, melaksanakan hakNya, bersyukur kepadaNya, kembali kepadaNya, berpegang teguh kepadaNya, bersandar kepadaNya, dan berserah diri kepadaNya. Disamping itu anak akan mendapatkan kesucian rohani, kesehatan jasmani, kebaikan akhlak, perkataan, dan perbuatan.
4. Mendidik anak untuk mencintai Rasul, keluarganya, dan membaca Al-Qur’an
Ath-Thabrani meriwayatkan Ali r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda yang artinya “ Didiklah anak-anakmu pada tiga hal: mencintai Nabi kamu, mencintai keluarganya, dan membaca Al-Qur’an. Sebab orang-orang yang ahli Al-Qur’an itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari tidak ada perlindungan selain daripada perlindunganNya beserta para Nabi-Nya dan orang-orang yang suci. “
Maksudnya adalah agar anak-anak mampu meneladani perjalanan hidup orang-orang terdahulu, baik mengenai gerakan, kepahlawanan, maupun jihad mereka, agar mereka juga memiliki keterkaitan sejarah baik perasaan maupun kejayaannya, dan juga agar mereka terikat dengan Al-Qur’an baik semangat metode maupun bacaannya.
Pendidikan yang perlu diberikan kepada anak setelah pendidikan iman adalah pendidikan moral. pendidikan moral adalah serangkaian prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak yang harus dimliki dan dijadikan kebiasaan anak semasa pemula hingga ia menjadi seorang mukalaf, yakni siap mengarungi lautan kehidupan
Jika sejak masa kanak-kanaknya ia tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah dan terdidik selalu takut, ingat, pasrah, meminta pertolongan, dan berserah diri kepada-Nya, ia akan memiliki kemampuan dan bekal pengetahuan di dalam menerima setiap keutamaan dan kemuliaan, disamping terbisa dengan sikap akhlak mulia. Sebab benteng pertahanan religius yang berakar pada hati sanubarinya, kebiasaan mengingat Allah yang telah dihayati pada dirinya dan instrokpeksi diri yang telah menguasai seluruh pikiran dan perasaan, telah memisahkan anak dari sikap-sikap jelek, kebiasaan-kebiasaan dosa, dan tradisi-tradisi jahiliyah yang rusak. Bahwa setiap kebaikan akan diterima menjadi salah satu kebiasaan dan kesenangan, dan kemuliaan akan menjadi akhlah dan sifat yang paling utama.
Selain itu agar seorang muslim dapat menjalankan tanggung jawabnya dalam kehidupan ini, maka kesehatan jasmani atau fisiknya harus dijaga dengan benar. Panca indranya harus menjalankan tugas-tugasnya sebaik mungkin. Sehingga, semua anggota tubuhnya dapat berfungsi dan menjalankan tugas-tugasnya masing-masing, dan satu sama lainnya saling menyesuikan diri. Karena, agama islam sangat menganjurkan terwujudnya anggota tubuh manusia yang kuat, sehingga mampu menjalankan kewajibannya ditengah-tengah masyarakat muslim. Dengan demikian, seorang mukmin yang kuat tentunya lebih baik dan lebih disenangi Allah SWT. Daripada seorang mukmin yang lemah.
Yang selanjutnya, setelah seorang anak diberi pendidikan Iman, Moral dan Jasmani, seorang anak juga perlu diberi pendidikan akal. Yang dimaksud dengan pendidikan akal adalah membentuk pola pikir anak dengan segala sesuatu yang bermanfaat, seperti ilmu agama, kebudayaan, dan peradaban. Dengan demikian, pikiran anak menjadi matang, bermuatan ilmu, kebudayaan, dan sebagainya. Pendidikan akal merupakan penyadaran, pembudayaan dan pengajaran.
Islam sangat memperhatikan pendidikan akal karena akal merupakan kekuatan besar yang diberikan Allah SWT. kepada manusia. Islam telah meletakan konsep yang benar bagi akal, agar hal tersebut digunakan untuk merenungkan dan memikirkan tanda-tanda kebesaran Allah, serta menghayati berbagai hikmah yang tersirat di dalamnya.
Selain itu ada pula pendidikan kejiwaan. Pendidikan kejiwaan bagi anak dimaksud adalah untuk mendidik anak semenjak mulai mengerti supaya bersikap berani terbuka, mandiri, suka menolong, bisa mengendalikan amarah dan senang kepada seluruh bentuk keutamaan jiwa dan moral secara mutlak.
Sejak anak dilahirkan, Islam telah memerintahkan kepada orang tua untuk mengajari dasar-dasar kesehatan jiwa yang memungkinkan ia dapat menjadi seorang manusia yang berakal, berpikir sehat, bertindak penuh pertimbangan, dan berkemauan tinggi. Selain itu Islam juga memerintahkan kepada mereka untuk membebaskan anak dari setiap faktor yang menghalangi kemuliaannya, menghancurkan diri dan kepribadiannya, serta menjadikan kehidupan dirinya dalam pandangan yang diliputi kedengkian, kebencian, dan ketidak gairahan. Adapun faktor-faktor terpenting yang harus dihindarkan oleh orang tua dari anak-anaknya adalah sifat-sifat berikut:
a. sifat minder
b. sifat penakut
c. sifat kurang percaya diri
d. sifat dengki
e. sifat pemarah.




BAB III
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
3.1 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah Study kepustakaan, yakni mengumpulkan bahan dari buku-buku juga internet sebagai sumber informasi.

3.2 Pembahasan
Anak adalah buah hati orang tua yang merupakan harapan masa depan. Oleh karena itu, anak harus dipersiapkan agar kelak menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, bermoral dan berkepribadian yang baik juga berguna bagi masyarakat.
Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat mempengaruhi kepribadian anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengetahui bagaimana cara mengasuh anak dengan baik sehingga terbentuklah kepribadian yang baik pula.
Kepribadian anak terbentuk dengan melihat dan belajar dari orang-orang disekitar anak. Orang tua adalah orang yang terdekat bagi anak dan mempunyai pengaruh yang sangat besar. Segala perilaku orang tua yang baik dan buruk akan ditiru oleh anak. Oleh karena itu, orang tua perlu menerapkan sikap dan perilaku yang baik demi pembentukan kepribadian anak yang baik.
Pola asuh yang baik untuk pembentukan kepribadian anak yang baik adalah pola asuh orang tua yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi orang tua juga tetap mengendalikan anak, sehingga anak yang juga hidup dalam mansyarakat dapat bergaul dengan lingkungan dan tentunya terhindar dari pengaruh-pengaruh luar yang mungkin dapat merusak kepribadiannya.
kepribadian anak akan dapat dikendalikan oleh orang tua dengan menerapkan sikap-sikap yang baik dalam keluarga serta contoh atau tauladan dari orang tua. Orang tua yang bisa dianggap teman oleh anak akan menjadikan kehidupan yang hangat dalam keluarga. Sehingga antara orang tua dan anak mempunyai keterbukaan dan saling memberi. Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, gagasan, keinginan, perasaan, serta kebebasan untuk menanggapi pendapat orang lain.
Anak-anak yang hidup dengan pola asuh yang demikian akan menghasilkan karakteristik yang dapat mengontrol diri, mandiri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stres dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru.
Pengasuhan anak perlu disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak. Perkembangan anak dipengaruhi oleh 2 faktor, yakni faktor bawaan dan faktor lingkungan.
Faktor bawaan merupakan sifat yang dibawa anak sejak lahir seperti sifat penyabar, pendiam, banyak bicara, cerdas atau tidak cerdas juga keadaan fisik seperti warna kulit, bentuk hidung sampai rambut. Faktor bawaan tersebut merupakan warisan dari sifat Ibu dan Ayah atau pengaruh sewaktu anak berada dalam kandungan, misalnya pengaruh gizi, penyakit dan lain-lain. Faktor bawaan dapat mempercepat, mengahambat atau melemahkan pengaruh dari luar yang masuk dalam diri anak. Oleh karna itu faktor bawaan memiliki peran yang cukup penting karna faktor tersebut juga bisa di jadikan sebagai acuan perbandingan antara satu anak dengan anak yang lainnya.
Sementara itu Faktor lingkungan merupakan faktor dari luar diri anak yang mempengaruhi proses perkembangan anak yang meliputi suasana dan cara pendidikan dalam suatu lingkungan tertentu, seperti lingkungan rumah atau keluarga dan hal lain seperti sarana prasarana yang tersedia, misalnya alat bermain atau lapangan bermain. Faktor lingkungan dapat merangsang berkembangnya fungsi tertentu dari dalam diri anak yang dapat menghambat atau mengganggu kelangsungan perkembangan anak.
Hakikat mengasuh anak adalah proses mendidik agar kepribadian anak dapat berkembang dengan baik, sehingga ketika dewasa, seorang anak dapat menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Pola asuh yang baik menjadikan anak berkepribadian yang kuat, tidak mudah putus asa dan tangguh menghadapi tekanan hidup. Sebaliknya pola asuh yang salah menjadikan anak rentan terhadap stres, mudah terjerumus pada hal-hal yang negatif.
Mendidik anak melibatkan seluruh aspek kepribadian anak baik jasmani, intelektual, emosional, keterampilan, norma dan nilai-nilai. Hakikat mendidik anak meliputi pemberian kasih sayang dan rasa aman, sekaligus disiplin dan contoh yang baik. Karenanya diperlukan suasana kehidupan keluarga yang stabil dan bahagia. Cara mendidik anak pun harus sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak sejak dalam kandungan sampai umur 6 tahun merupakan pondasi dalam membentuk kepribadian anak.
Dalam penerapan pola asuh guna mendidik anak, orang tua harus sangat berhati-hati karna apabila pola asuh orang tua menyimpang atau berbeda dari pola asuh pada umumnya akan berpengaruh pada penyesuaian pribadi dan sosial anak. Besarnya bahaya pola asuh orang tua yang menyimpang terhadap penyesuaian pribadi dan sosial anak akan bergantung pada tiga kondisi yaitu:
1. Sikap sosial yang umum berlaku terhadap pola kehidupan keluarga yang menyimpang akan mempunyai pengaruh kuat pada sikap teman sebaya. Sikap sosial ini dipelajari anak dari orang tua dan orang dewasa lain dan kemudian dijadikannya sikapnya sendiri.
2. Terdapatnya keragaman menurut kelompok sosial yang memberikan penilaian.
3. Mencoloknya pola asuh orang tua yang menyimpang yang mempengaruhi anak dalam penyesuaian sosialnya.
Sikap Orang tua yang tidak mengerti dengan pribadi anaknya bisa disebut juga dengan kesalahan pola asuh orang tua. Contohnya seperti banyaknya orang tua yang tidak mengizinkan anaknya bermain keluar, padahal anak itu perlu bermain. Dalam hal ini kecerdasan emosi anak sudah diredam oleh orang tuanya. Agar anak mau tinggal di rumah, orang tua yang kemudian memberikan play station menjadikan anaknya hanya bisa bermain dengan benda mati dan mengakibatkan anak tersebut menjadi tidak bisa berteman dengan individunya dan cenderung egois ketika ia mulai berada di lingkungan masyarakat. Padahal akan lebih baik jika anak tersebut di biarkan bermain sepak bola dengan banyak temannya diluar sehingga akan muncul kerja sama yang baik, sikap demokratis, disiplin dan mampu merasakan kalah-menang.
Orang tua perlu meminimalkan gaya pola asuh yang negatif pada anak. Menurut Dr. Abdulah Nashih Ulwan dalam buku ”Tarbiyatul Aulad Fil Islam” ada lima gaya asuh orang tua. Yang pertama adalah gaya asuh orang tua eksesif yang bisa disederhanakan dengan ungkapan, “Awas! Ayah/Ibu bisa jadi marah”. Kedua, gaya asuh orang tua otoriter yang bisa dicontohkan dengan ungkapan, “Lakukan yang Ibu katakan!”. Ketiga adalah gaya asuh orang tua cuek. Orang tua seperti ini dalam pola asuhnya mengisyaratkan, “Lakukan apa yang kau inginkan!”. Keempat, gaya asuh orang tua absen, yakni orang tua yang bertindak seolah mereka tidak ada, hal ini biasanya karena orang tua yang sibuk bekerja. Seolah mereka mengatakan, “Tolong jangan ganggu saya!”. dan yang terakhir adalah gaya asuh orang tua pelatih (coach) yang menghadapi anaknya dengan gaya, “ungkapkan keinginan dan pandanganmu!”.
Selain pola asuh, sikap juga dapat mempengaruhi kepribadian anak. Ada beberapa sikap baik yang dapat mendukung pembentukan kepribadian anak antara lain:
a. Penanaman pekerti sejak dini
b. pendisiplinan anak sejak dini
c. Menyayangi anak secara wajar
d. Menghindari pemberian label ”malas” pada anak
e. Hati-hati dalam mendidik anak

3.3 Analisis
Anak-anak biasa belajar cara berinteraksi dengan orang lain dengan mencontoh, berbagi dan menjadi teman baik. Mereka juga mempelajari sikap, nilai, prefensi pribadi dan beberapa kebiasaan dengan mengikuti contoh, termasuk cara mengenali dan menangani emosi mereka. Seorang anak belajar banyak dari perilaku mereka dengan mengamati dan meniru perilaku orang-orang disekitar mereka.
Orang Tua adalah kelompok sosial pertama dengan siapa anak diidentifikasikan, anak lebih banyak menghabiskan waktunya dengan kelompok orang tua daripada dengan kelompok sosial lainnya. Orang Tua merupakan orang yang paling berarti dalam kehidupan anak selama tahun-tahun saat desas-desus kepribadian diletakkan, dan pengaruh Orang Tua jauh lebih luas dibandingkan pengaruh kepribadian lainnya, bahkan dengan lingkungan sekolah sekalipun. Betapa besar pengaruh Orang Tua pada perkembangan kepribadian anak telah dinyatakan oleh seorang penulis tak bernama dengan cara berikut:
1. Bila seorang anak hidup dengan kecaman, maka dia belajar mengutuk
2. Bila dia hidup dalam permusuhan, maka dia belajar berkelahi
3. Bila dia hidup dalam ketakutan, maka dia belajar menjadi penakut
4. Bila dia hidup dikasihani, maka dia belajar mengasihi dirinya
5. Bila dia hidup dalam toleransi, maka dia belajar bersabar
6. Bila dia hidup dalam kecemburuan, maka dia belajar merasa bersalah
7. Bila dia hidup diejek, maka dia belajar menjadi malu
8. Bila dia hidup dipermalukan, maka dia belajar yakin akan dirinya
9. Bila dia hidup dengan pujian, maka dia belajar menghargai
10. Bila dia hidup dengan penerimaan, maka dia belajar menyukai dirinya
11. Bila dia memperoleh pengakuan, maka dia belajar mempunyai tujuan
12. Bila dia hidup dalam kebijakan, maka dia belajar menghargai keadilan
13. Bila dia hidup dalam kejujuran, maka dia belajar menghargai kebenaran
14. Bila dia hidup dalam suasana aman, maak dia belajar percaya akan dirinya dan orang lain.
Pengaruh keluarga pada perkembangan kepribadian bergantung sampai batas tertentu pada tipe anak. Misalnya, seorang anak yang sehat akan sangat berbeda reaksinya terhadap perlindungan orang tua yang berlebihan dibandingkan dengan seorang anak yang sakit dan lemah.
Sikap, kebiasaan dan pola perilaku yang dibentuk selama tahuntahun pertama, sangat menentukan seberapa jauh individu-individu berhasil menyesuaikan diri dalam kehidupan ketika mereka bertambah tua. Kenyataan tersebut menyiratkan betapa pentingnya dasar-dasar yang diberikan orang tua pada anaknya pada masa kanak-kanak. Karena dasar-dasar inilah yang akan membentuk kepribadian yang dibawa sampai masa tua.
Tidak dapat dipungkiri kesempatan pertama bagi anak untuk mengenal dunia sosialnya adalah dalam keluarga. Didalam keluarga untuk pertama kalinya anak mengenal aturan tentang apa yang baik dan tidak baik. Oleh karena itu, orang tua harus bisa memberikan pendidikan dasar yang baik kepada anak-anaknya agar nantinya bisa berkembang dengan baik.
Kenyataan yang terjadi pada masa sekarang adalah berkurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya karena keduanya sama-sama bekerja. Hal tersebut mengakibatkan terbatasnya interaksi orang tua dengan anaknya. Keadaan ini biasanya terjadi pada keluarga-keluarga muda yang semuanya bekerja.
Anak-anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua karena keduanya sama-sama sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Sedangkan anak pada usia ini sangat mambutuhkan perhatian lebih dari orang tua terutama untuk perkembangan kepribadian. Anak yang ditinggal orang tuanya dan hanya tinggal dengan seorang pengasuh yang dibayar orang tua untuk menjaga dan mengasuh, belum tentu anak mendapatkan pengasuhan yang baik sesuai perkembangannya dari seorang pengasuh.
Anak yang ditinggal kedua orang tuanya bekerja cenderung bersifat manja. Biasanya orang tua akan merasa bersalah terhadap anak karena telah meninggalkan anak seharian. Sehingga orang tua akan menuruti semua permintaan anak untuk menebus kesalahanya tersebut tanpa berfikir lebih lanjut permintaan anak baik atau tidak untuk perkembangan kepribadiaan anak selanjutnya. Kurangnya perhatiaan dari orang tua akan mengakibatkan anak mencari perhatian dari luar, baik dilingkungan sekolah dengan teman sebaya ataupun dengan orang tua pada saat mereka di rumah. Anak suka mengganggu temannya ketika bermain, membuat keributan di rumah dan melakukan hal-hal yang terkadang membuat kesal orang lain. Semua perlakuan anak tersebut dilakukan hanya untuk menarik perhatian orang lain karena kurangnya perhatian dari orangtua.
Sedangkan orang tua yang tidak bekerja di luar rumah akan lebih fokus pada pengasuhan anak dan pekerjaan rumah lainnya. Anak sepenuhnya mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tua. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan anak menjadi kurang mandiri, karena terbiasa dengan orang tua. Segala yang dilakukan anak selalu dengan pangawasan orang tua. Oleh karena itu, orang tua yang tidak bekerja sebaiknya juga tidak terlalu over protektif. Sehingga anak mampu untuk bersikap mandiri.
Latar belakang pendidikan orang tuapun mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan kepribadian anak. Orang tua yang mempunyai latar belakang pendidikan yang tingi akan lebih memperhatikan segala perubahan dan setiap perkembangan yang terjadi pada anaknya. Orang tua yang berpendidikan tinggi umumnya mengetahui bagaimana tingkat perkembangan anak dan bagaimana pengasuhan orang tua yang baik sesuai dengan perkembangan anak khususnya untuk pembentukan kepribadian yang baik bagi anak. Orang tua yang berpendidikan tinggi umumnya dapat mengajarkan sopan santun kepada orang lain, baik dalam berbicara ataupun dalam hal lain.
Berbeda dengan orang tua yang mempunyai latar belakang pendidikan yang rendah. Dalam pengasuhan anak umumnya orang tua kurang memperhatikan tingkat perkembangan anak. Hal ini dikarenakan orang tua yang masih awam dan tidak mengetahui tingkat perkembangan anak. Bagaimana anaknya berkembang dan dalam tahap apa anak pada saat itu. Orang tua biasanya mengasuh anak dengan gaya dan cara mereka sendiri. Apa yang menurut mereka baik untuk anaknya. Anak dengan pola asuh orang tua yang seperti ini akan membentuk suatu kepribadian yang kurang baik.
Selain itu permasalahan ekonomi dalam keluarga juga merupakan masalah yang sering dihadapi. Tanpa disadari bahwa permasalahan ekonomi dalam keluarga akan berdampak pada anak. Orang tua terkadang melampiaskan kekesalannya dalam menghadapi permasalahan pada anak. Anak usia prasekolah yang belum mengerti tentang masalah perekonomian dalam keluarga hanya akan menjadi korban dari orang tua.
Dalam pola asuh yang diberikan oleh orang tua yang tingkat perekonomiannya menengah keatas dan orang tua yang tingkat perekonomiannya menengah kebawah berbeda.
Orang tua yang tingkat perekonominnya menengah keatas dalam pengasuhannya biasanya orang tua memanjakan anaknya. Apapun yang diinginkan oleh anak akan dipenuhi orang tua. Segala kebutuhan anak dapat terpenuhi dengan kekayaan yang dimiliki orang tua. Pengasuhan anak sebagian besar hanya sebatas dengan materi. Perhatian dan kasih sayang orang tua diwujudkan dalam materi atau pemenuhan kebutuhan anak.
Anak yang terbiasa dengan pola asuh yang demikian, maka akan membentuk suatu kepribadian yang manja, serba menilai sesuatu dengan materi dan tidak menutup kemungkinan anak akan sombong dengan kekayaan yang dimiliki orang tua serta kurang menghormati orang yang lebih rendah darinya. Sedangkan pada orang tua yang tingkat perekonomiannya menengah kebawah dalam cara pengasuhannya memang kurang dapat memenuhi kebutuhan anak yang bersifat materi. Orang tua hanya dapat memenuhi kebutuhan anak yang benar-benar penting bagi anak. Perhatian dan kasih sayang orang tualah yang dapat diberikan. Anak yang hidup dalam perekonomian menengah kebawah terbiasa hidup dengan segala kekurangan yang dialami keluarga. Sehingga akan terbentuk kepribadian anak yang mandiri, mampu menyelesaikan permasalahan dan tidak mudah stres dalam menghadapi suatu permasalahan, dan anak dapat menghargai usaha orang lain. Pada kenyataannya terdapat juga anak yang minder dengan keadaan ekonomi orang tua yang kurang. Oleh karena itu, peran orang tua dalam hal ini sangat penting. Orang tua harus menyeimbangkan dengan pendidikan agama pada anak. Sehingga anak mampu mensyukuri segala yang telah diberikan oleh sang Pencipta.







BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Keluarga sebagai untit sosial terkecil dalam masyarakat mempunyai peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi kehidupan dan perilaku anak. Kedudukan dan fungsi keluarga dalam kehidupan manusia bersifat fundamental karena pada hakikatnya keluarga merupakan wadah pembentukan akhlak.
Tempat perkembangan anak semenjak anak dilahirkan sampai proses pertumbuhan dan perkembangannya baik jasmani maupun rohani adalah lingkungan keluarga, oleh karena itu didalam keluarga orang tua merupakan tempat penanaman pertama akhlak karimah bagi semua anggota keluarga termasuk terhadap anak.
Orang tua merupakan lingkungan pertama bagi anak yang sangat berperan penting dalam setiap perkembangan anak khususnya perkembangan kepribadian anak. Oleh karena itu, diperlukan cara yang tepat untuk mengasuh anak sehingga terbentuklah suatu kepribadian anak yang diharapkan oleh orang tua sebagai harapan masa depan. Pola asuh yang baik untuk pembentukan kepribadian anak adalah pola asuh orang tua yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tetap dengan pengawasan dan pengendalian orang tua. Sehingga terbentuklah karakteristik anak yang dapat mengontrol diri, mandiri, mempunyai hubungan yang baik dengan teman, mampu menghadapi stres dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru.
Pola asuh orang tuapun sangat mempengaruhi setiap kepribadian yang telah terbentuk. Segala gaya atau model pengasuhan orang tua akan membentuk suatu kepribadian yang berbeda-beda sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh orang tua.
Sikap orang tua yang dapat mendukung dalam pembentukan kepribadian anak antara lain:
1. Penanaman pekerti sejak dini
2. Mendisiplinkan anak
3. Menyayangi anak secara wajar
4. Menghindari pemberian label “malas” pada anak
5. Hati-hati dalam menghukum anak
Dalam cara pengasuhan orang tua yang bekerja dan orang tua yang tidak bekerja berbeda. Begitu pula dengan gaya pengasuhan orang tua yang mempunyai pendidikan yang tinggi dan orang tua yang mempunyai pendidikan yang rendah. Dan juga pola asuh orang tua yang tingkat perekonomian menengah keatas dan orang tua yang perekonomiannya menengah kebawah. Masing-masing pola asuh yang telah diberikan orang tua mempunyai pengaruh yang besar tehadap pembentukan kepribadian anak.

4.2 Rekomendasi
1. Kepada para orang tua agar kiranya dapat menciptakan kenyamanan,
ketenangan, kesejahteraan, keakraban, dan kasih sayang di dalam keluarga
serta dapat menanamkan nilai-nilai agama kepada anggota keluarga, agar
tercipta keluarga yang diridhai Allah dan Rasul-Nya.
2. Hendaklah para orang tua menjadi tauladan yang baik untuk anak-anaknya.
3. Semua perilaku orang tua yang baik atau buruk akan ditiru oleh anak, oleh karena itu perlunya orang tua untuk menjaga setiap perilakunya sehingga anak akan meniru sikap positif dari orang tua
4. Diharapkan para orang tua dapat mencegah anak-anaknya untuk tidak terjerumus oleh dampak negative globalisasi.
5. Pola asuh orang tua harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak pada saat itu, ada kalanya orang tua bersikap demokratis, ada kalanya juga harus bersikap otoriter, ataupun bersikap permisif
6. Para calon orang tua hendaknya dibekali pengetahuan tentang anak dan keluarga


































Daftar Pustaka

Muhammad Rasyid Dimas, 20 Kesalahan dalam Mendidik Anak, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2005)
Syakir,Muhammad.(1994).Kepada anakku:’Selamatkan Akhlakmu’.Jakarta
Tarbiyatui Aulad fil Islam “Pendidikan Anak Dalam Islam”, Prof Abdullah Nasih Ulwan.
Sujanto, Agus, Lubis, Halem, Hadi, Taufik. 2006. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara
Koeswara, E. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco
www.google.com
http://psikologi-tentang-bimbingan-orang-tua-dalam-membina-akhlak-anak-usia-pra-sekolah-di-lingkungan-keluarga/
http://muazarhabibiupi.com/bab2/
http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=534
http://rumahbelajarpisikologi.com/index.php
http://peran-orang-tua-dalam-pembentukan-karakter-dan-mardiya/
http://pola-pola-asuh-orangotua-terhadap-anak/
http://memahami-pendidikan-anak-usia-dini/
http://ebook/pisikologi-anak/
http://ebook/TarbiyatuiAuladFilIslam-ProfAbdullah/